iklan

iklan banner iklan banner iklan banner iklan banner

Jumat, 01 Juli 2016

SHOLAT IED







Hukum Shalat ‘Ied
·         Sebagian ulama mengatakan bahwa sholat ied hukumnya wajib ‘ain,
·         Sunnah muakkad sebagaimana yang dikatakan oleh Annawawi ketika mensyarh hadits riwayat Muslim yang menyebutkan seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan menanyakan hal-hal yang diwajibkan, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab ‘Lima sholat dalam sehari semalam’ kemudian orang itu berkata ‘apakah bagiku selainnya?’ maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab ‘tidak, kecuali engkau mau menambah (dengan nafilah)’

Waktu Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Waktu sholat Ied dimulai setelah matahari mulai meninggi (artinya setelah lewat waktu dilarangnya sholat) dan berakhir dengan tergelincirnya matahari (waktu zawal : matahari di atas hingga tidak terlihat bayangan)

Tempat Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama (lebih afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur
“Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada melakukannya di masjid

APAKAH ADA SHALAT SUNNAH SEBELUM DAN SESUDAH ‘ID?
·         Tidak disunnahkan shalat sunnah sebelum dan sesudah ‘Id. Disebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma:

"Sesungguhnya, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat ‘Idul Fithri dua raka’at, tidak shalat sebelumnya atau sesudahnya" [HR Al Bukhari].
Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Kesimpulannya, pada shalat ‘Id tidak ada shalat sunnah sebelum atau sesudahnya, berbeda dari orang yang mengqiyaskan dengan shalat Jum’ah. Namun, shalat sunnah muthlaqah tidak ada dalil khusus yang melarangnya, kecuali jika dikerjakan pada waktu yang makruh seperti pada hari yang lain". [Fath-hul Bari, 2/476].

Apabila shalat ‘Id dikerjakan di masjid karena adanya udzur, maka diperintahkan shalat dua raka’at tahiyyatul masjid. Wallahu a’lam. (Jika di lapangan maka tidak ada tahiyyatul lapangan/aula/mushola)
·         Melantunkan takbir  lebih di sunahkan, dimulai sejak terbenamnya matahari hari raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha, dan berakhir ketika imam memulai shalat ‘id.

Kesunahan di Hari Raya
1.       Melantunkan takbir (Disyari’atkan dilakukan oleh setiap orang dengan menjahrkan (mengeraskan) bacaan takbir. Ini berdasarkan kesepakatan empat ulama madzhab)
2.       Mandi dengan niat untuk melaksanakan shalat hari raya:
3.       Berangkat pagi-pagi, kecuali bagi imam disunahkan berangkat ketika shalat hendak dilaksanakan.
4.       Berhias diri dengan memakai parfum, pakaian yang bagus, memotong kuku, serta menghilangkan bau yang tidak sedap.
5.       Menempuh jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.
6.       Makan terlebih dahulu sebelum berangkat shalat ‘Idul Fitri, sedangkan pada ‘Idul Adha, sunah melakukan shalat terlebih dahulu.
7.       Tahniah (ungkapan suka cita) atas datangnya hari raya disertai dengan berjabat tangan
8.       Menjawab ucapan suka cita (tahni’ah)
9.       Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak memakai kendaraan kecuali jika ada hajat.

Wassalam

Senin, 27 Juni 2016

MENGHADAPI BABAK FINAL

MENGHADAPI BABAK FINAL
By: Ustdz Irsyad Syafar

Bila ramadhan sudah selesai 18 hari, maka kita segera memasuki malam ke 19. Itu artinya kita sudah berada di gerbang 10 hari terakhir. Apalagi bila diperkirakan ramadhan tahun ini hanya akan berumur 29 hari. Maka malam ke 20 adalah salah satu dari 10 malam terakhir.

Tahukah kita apa itu malam 10 terakhir? Ini adalah malam-malam paling istimewa dari seluruh hari-hari ramadhan. Inilah “babak finalnya” seluruh rangkaian ibadah selama ramadhan. Yang ketinggalan dari pergulatan malam-malam babak final ini, tentulah orang-orang yang merugi (kecuali yang memiliki udzur syar’i).

Adalah Baginda Rasulullah saw sangat mengistimewakan malam-malam 10 terakhir dari bulan ramadhan. Ibunda ‘Aisyah berkata, “Rasulullah saw bersungguh-sungguh (dalam beribadah) pada 10 terakhir ramadhan, yang Beliau tidak bersungguh-sungguh seperti itu di bulan yang lain”. (dalam HR Muslim). ‘Aisyah juga bercerita bahwa, “Baginda Rasulullah saw bila telah masuk 10 terakhir ramadhan, Beliau mengencangkan ikat pinggang, menghidupkan malam-malamnya dan membangunkan keluarganya”. (HR Ibnu Khuzaimah, sesuai syarat shahih Bukhari dan Muslim)

Bila Rasulullah saw memberikan perlakuan istimewa terhadap 10 terakhir ramadhan, meningkatkan intensitas/kualitas/kuantitas ibadahnya, bahkan sampai membangunkan keluarganya, pastilah itu menunjukkan secara jelas dan tegas bahwa 10 terakhir ramadhan sangat istimewa dan utama di sisi Allah.

Rasulullah saw merutinkan i’tikaf di 10 terakhir ramadhan, semenjak adanya syariat puasa ramadhan. Dan khusus di ramadhan terakhir hayatnya, Rasulullah melaksanakan i’tikaf selama 20 hari terakhir. Beliau kencangkan ikat pinggangnya dalam artian menggenjot diri untuk beribadah dan mengurangi pergaulan dengan dunia dan keluarga. Beliau hidupkan malam-malamnya dalam artian lebih banyak bangun di malam hari dari pada tidur. Beliau bangunkan seluruh keluarganya artinya Beliau upayakan keterlibatan maksimal anggota keluarganya dalam kebaikan dan kemuliaan.

Sahabat Rasulullah juga memberikan perlakuan khusus untuk malam-malam 10 terakhir ramadhan. Ubay bin Ka’ab yang biasa rutin mengimami shalat qiyam di Madinah di 20 malam pertama, bila 10 malam terakhir beliau i’tikaf dan mengkhususkan sendiri beribadah, tidak ingin banyak diganggu orang lain. Begitu juga Abu Bakrah, dia shalat qiyam ramadhan di 20 malam pertama sebagaimana qiyamnya di sepanjang tahun. Tapi bila masuk 10 malam terakhir, maka ia melipatgandakan qiyamnya dan bersungguh-sungguh. (terdapat dalam riwayat Tirmidzi dishahihkan oleh Albany)

Ketika Rasulullah beri’tikaf di 10 terakhir ramadhan, ‘Aisyah datang menghadap Rasulullah meminta izin untuk ikut juga i’tikaf. Rasulullah pun mengizinkan. Setelah itu Hafshah datang ke ‘Aisyah agar memintakan izin untuknya kepada Rasulullah. Beliau juga memberikan izin. Kemudian, Zainab binti Jahsy juga melakukan hal yang sama. Begitulah, semua istri Rasulullah saw juga ikut i’tikaf. (terdapat dalam HR bukhari)

10 malam terakhir ramadhan adalah babak final dari seluruh hari-hari ramadhan. Di malam-malam inilah Rasulullah saw memerintahkan para sahabat dan pengikutnya untuk memburu dan mendapatkan “lailatul qadr”. Malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Barang siapa yang beribadah pada malam qadr tersebut, maka nilai ibadahnya lebih mulia dari ibadah yang sama selama 1000 bulan. Namun sebaliknya, barang siapa yang tidak mendapatkan lailatu qadr, maka dia telah diharamkan dari segala kebaikan. (terdapat dalam HR An Nasai, dishahihkan oleh Albany).
Kita mesti segera menyiapkan diri secara maksimal untuk memasuki dan mengisi 10 malam terakhir ini. Persiapan hati dan niat, pisik dan kesehatan, agenda dan kegiatan. Boleh saja kita agak kurang maksimal di malam-malam awal ramadhan. Tapi di 10 terakhir ini tidak ada pilihan, harus maksimal. Jangan sampai rela bila pencuri-pencuri licik dan lihai mengambil waktu-waktu mahal ini. Kalau kita berniat cuti kerja, inilah saat yang tepat untuk cuti.

Bila babak final ini sudah berlangsung, tapi kita masih sibuk dengan dunia, terikat dengan pekerjaan yang tidak berharga, tersandera oleh kegiatan-kegiatan tak bermakna, terpaku oleh lemahnya jiwa, maka siapkanlah diri untuk kerugian yang sangat nyata...