iklan

iklan banner iklan banner iklan banner iklan banner

Jumat, 04 Maret 2016

Hukum membaca Basmalah Dalam Shalat



 

Bagaimana hukum membaca basmalah dalam shalat? Apakah basmalah dikeraskan bacaannya?

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah setelah membaca doa istiftah dan ta’awudz. Secara umum, pembahasan mengenai masalah ini harus diawali dengan pembahasan apakah basmalah itu bagian dari Al Fatihah? Bagi ulama yang berpendapat ia bagian dari Al Fatihah, maka wajib membaca basmalah sebagaimana wajibnya membaca Al Fatihah yang merupakan rukun shalat. Lalu bagi ulama yang berpendapat ia bukan bagian dari Al Fatihah, mereka pun berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah.

Apakah Bagian Dari Al Fatihah?
  • ·         Menurut Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyyah dan jumhur fuqaha berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari Al Fatihah.
  • ·         kalangan mazhab Al-Hanabilah yang dibangun oleh imam Ahmad bin Hanbal, basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah, namun tidak dibaca secara keras (jahr), cukup dibaca pelan saja (sirr).
  • ·         Adapun Ulama Syafi’iyyah berpendapat basmalah adalah bagian dari Al Fatihah.

hukum tidak membaca “basmalah” ketika membaca Al Fatihah di dalam sholat
·         Menurut Imam Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyyah
o    Sholatnya sah
·         Menurut Ulama Syafi’iyyah
o    Tidak sah

hukum membaca “basmalah” ketika membaca Al Fatihah di dalam sholat
·         Tidak ada 1 Mahzab pun yang mengatakan sholatnya tidak sah

Hukum Mengeraskan Bacaan Basmalah

·         Menurut Imam Malikiyyah
o    makruh membaca secara jahr.
·         Menurut Imam Al Bukhari, Imam Muslim, Az Zaila’i, Ibnul Qayyim, Hanafiyyah, Hanabilah,
o    basmalah disunnahkan dibaca secara lirih (sirr) tidak dikeraskan.
·         Menurut Ulama Syafi’iyyah
o    basmalah disunnahkan dibaca secara keras (jahr).

Sunnah artinya lebih utama dikerjakan tapi tidak sampai pada hukum wajib.

sholat berjamaah

Hukum Imam tidak membaca Basmalah

Karena kita hidup di Indonesia yang mayoritas bermahzab Imam Syafi’i maka akan lebih bijak jika seorang imam yang bermahzab Maliki tetap membaca basmallah walaupun ia dibaca secara sirr.
Karena bagi mahzab Maliki, membaca basmallah ketika sholat maka sholatnya tetap sah sedangkan bagi mahzab Syafi’i sholatnya  tidak sah.  Mahzab Maliki lebih banyak dan berkembang di negeri Maroko.
Jadi jika seorang imam bermahzab Maliki, mengimami makmum bermahzab Syafi’i jika ia seorang yang bijak maka bacalah basmallah.
Bahwa para pendiri mahzab sendiri mereka saling hormat menghormati, sebagaimana Imam syafi’i ketika berada di kalangan imam Malik ia tidak membaca qunut demikian Imam Malik ketika berkunjung ketempat Imam Syafi’i  ia membaca qunut.
Imam Malik adalah guru Imam As-Syafi'i. Dan Imam Ahmad bin Hanbal berguru kepada Al-Imam Asy-Syafi''i. Selain bershahabat, mereka saling menghormati dan saling mengagumi. Bahkan banyak tertulis dalam kitab-kitab bahwa mereka saling memuji. Luar biasa.

Apa yang harus dilakukan seorang makmum yang mermahzab Syafi’i bila mengikut imam yang tidak membaca  Basmalah

Jika kita menemukan orang yang tidak bijak seperti ini, maka kita sebagai makmum yang harus bersikap bijak menyikapi hal ini. (sing waras ngalah).

Menurut pendapat imam syafi’i yang pertama :
  • ·         Tidak sah sholat yang  menurut makmum sholatnya imam tidak sah “dalam hal ini imam tidak membaca basmallah” atau bacaan imam tidak beres

Tetapi ada pendapat kedua dari  imam syafi’i  :
  • ·         Jika Menurut imam, sholatnya imam sah maka bagi makmum sholatnya juga  sah sebagaimana sahnya sholat imam. 
  • ·         Contoh : imam bermahzab maliki tidak membaca basmallah/qunut, maka menurut mahzab maliki sholatnya sah maka sah juga bagi makmum
  • ·         Contoh kedua : bacaan imam yang tidak fasih karena ia baru belajar atau karena masih terbawa dialek daerahnya maka sah sholatnya makmum karena hanya itu yang imam bisa. 
 
     Apakah diperbolehkan makmum meninggalkan jama’ah (munfarid) jika sholatnya imam tidak sah menurut makmum ? 

  • Boleh, tetapi akan lebih bijak, makmun tidak meninggalkan jama’ah, karena bila ia tinggalkan imam tersebut berarti ia telah berburuk sangka, menganggap diri paling benar dan menimbulkan fitnah 
  •  Tetapi akan lebih bijak lagi bila imam yang bacaannya tidak fasih atau berbeda mahzab dengan mayoritas makmum ia tidak memaksakan diri menjadi imam 

Kesimpulan : 
  •  Sah bermakmum kepada imam yang tidak membaca basmallah 
  • Sah bermakmum kepada imam yang bacaannya tidak fasih tetapi dengan ilat (pengecualian) 
  •  Akan lebih bijak bagi Imam membaca basmallah jika mayoritas makmumnya bermahzab syafi’i
Jadi kalau ada yang beranggapan kalau kembali ke Al Qur’an dan Hadits (tanpa mahzab) PASTI pendapatnya sama dan TIDAK BEDA, itu keliru. Perbedaan itu biasa selama menyangkut masalah Furu’ (ranting) dan Khilafiyyah. Kalau tidak bisa mentoleransi perbedaan tsb, akan jadi kaum ekstrim yang akhirnya mengkafirkan sesama Muslim.

Jangan sampai kita yang kurang ilmu, mudah untuk saling mencaci, memaki dan menuding Orang yang tidak sepemikiran dengan kita, lebih sering didudukkan sebagai lawan yang harus dienyahkan, menyudutkan dan mengoblok-goblokkan. Naudzubillah

Akhirnya majelis ilmu yang harusnya berisi nasehat, ilmu dan keberkahan, berubah menjadi ajang untuk hasad, dengki dan sombong, bahkan seringkali malah menjadi majelis laknat dan kutukan. Isinya tidak lain menganggap semua orang salah, terkutuk dan terlaknat. Sungguh amat disayangkan memang. Seandainya kita bisa sedikit lebih tawaddhu' sebagaimana para ulama di masa lalu, tentu alangkah indahnya ukhuwah Islamiyah.

hamba yang dhoif
“La illaha illa anta subhanaka inni kuntu minazzholimin”





dari berbagai sumber
-      Buya Yahya
-      Pengajian akidah babuljannah ust Nata Mulyana