iklan

iklan banner iklan banner iklan banner iklan banner

Rabu, 17 Juni 2015

MARHABAN YA RAMADHAN



Marhaban Ya Ramadhan, saatnya telah datang bagi kita untuk menunaikan ibadah berpuasa di bulan suci Ramadhan. 

Bertemu denganmu, Ramadhan, adalah hal yang selalu kutunggu.

Kupersiapkan banyak hal untukmu karena aku ingin dapat berkata, 
"Inilah Ramadhan Terbaikku!"

Bagaimanakah persiapan kita untuk menghadapinya, apakah kita  telah menyiapkan segala sesuatunya dengan sempurna termasuk dengan niatnya?.

Sekedar mengingatkan kembali pelajaran dasar kita mengenai puasa, semoga tulisan ini bermanfaat bagi saya dan kita semua.

A'udzubillahi minasysyaitan nir RAJIIM 
Bismillah hiromaaanirrohiim,

Kata puasa dalam bahasa Arab adalah “Shiyam atau shaum”,  yang bermakna menahan. Sedangkan  secara istilah fiqh berarti menahan diri sepanjang hari dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu, menahan dari segala sesuatu yang menyebabkan batalnya puasa bagi orang islam yang berakal, sehat, dan suci dari haid dan nifas bagi seorang muslimah.

Puasa ramadhan hukumnya wajib untuk semua muslim yang memenuhi syarat untuk melakukannya. Dan didalam setiap ibadah terdapat syarat wajib dan rukun yang harus dipenuhi.

Syarat Wajib adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum melaksanakan suatu ibadah. Seseorang yang tidak memenuhi syarat wajib, maka gugurlah tuntutan kewajiban kepadanya.
Sedangkan rukun adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam sebuah ibadah.

Syarat Wajib & Rukun Puasa Ramadhan

Syarat wajib
  1.  Muslim
  2. Baligh 
  3. Berakal (mumayiz)
  4. Mampu (kuat menjalankan ibadah puasa)
  5. Mengetahui waktunya
Syarat Sah
  1. Hadir di bulan Ramadhan
  2. Mampu (tidak sedang uzur syar'i)
  3. Mengerti ilmunya
Rukun puasa
  1. Niat
Berbeda dengan puasa sunah yang membolehkan niat dilakukan ketika siang hari, maka puasa bulan ramadhan harus dilakukan malam hari sampai sebelum waktu fajar.
Jika tidak berniat dimalam hari maka puasanya tidak sah.


 مَنْ لَمْ يَجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

Siapa yang tidak membulatkan niat mengerjakan puasa sebelum waktu fajar, maka ia tidak berpuasa. (Hadits Shahih riwayat Abu Daud: 2098, al-Tirmidz: 662, dan al-Nasa’i:2293).

Untuk orang-orang yang tidak mengikuti sholat tarawih (karena masih dijalan/masih bekerja) seringkali kita tidak membaca/berniat untuk puasa keesokan harinya. 

Karena kebiasaan setelah sholat tarawih adalah membaca niat untuk puasa keesokan hari.
Untuk itu agar kita terhindar dari ke alpaan niat puasa ramadhan maka selain membaca doa niat harian sebagai berikut :

نـَوَيْتُ صَوْمَ غـَدٍ عَـنْ ا دَاءِ فـَرْضِ شـَهْرِ رَمـَضَانِ هـَذِهِ السَّـنـَةِ لِلـّهِ تـَعَالىَ

Saya niat mengerjakan ibadah puasa untuk menunaikan keajiban bulan Ramadhan pada tahun ini, karena Allah s.w.t, semata.

Maka sebaiknya diawal ramadhan kita berniat untuk melakukan puasa ramadhan sebulan penuh, hal ini untuk menghindari dari ke alpaan dalam berniat secara harian. Adapun niat doanya adalah sbb


نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ كُلّهِ لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma syahri ramadhaana kullihi lillaahi ta’aalaa
"Aku niat berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala"

2. Menahan Diri Dari Segala Sesuatu Yang Membatalkan Puasa


Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
  1. Makan dan minum dengan sengaja 
  2. Melakukan Hubungan Seksual dengan Sengaja 
  3. Keluar mani karena bercumbu 
  4. Muntah Disengaja 
  5. Haid, nifas, wiladah 
  6. Hilang akal (gila, mabuk, pingsan) 
  7. Murtad
Sunat Berpuasa
  1. Bersahur walaupun sedikit makanan atau minuman
  2. Melambatkan/mengakhirkan  bersahur
  3. Meninggalkan perkataan atau perbuatan keji
  4. Menyegerakan berbuka setelah masuknya waktu berbuka
  5. Mendahulukan berbuka daripada sembahyang Maghrib
  6. Berbuka dengan buah kurma, jika tidak ada dengan air
  7. Membaca doa berbuka puasa

Wallahu’alam bissawab…
Ke Jakarta Naik Kereta, Perginya dari Sudimara..
Sebentar lagi mau puasa, mohon maaf atas segala salah dan dosa…

= QOBLA DAN BA'DA RAMADHAN =


  • QOBLA RAMADHAN
Sebelum datang bulan ramadhan biasanya ada hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Hal-hal tersebut dapat berupa kebiasaan (adat) maupun hal-hal yang ada didalam ajaran Islam (syar'i).

=> Adat (kebiasaan)
Kebiasaan masyarakat Indonesia sebelum ramadhan adalah melakukan "nyekar" dalam hal ini mengunjungi makam orang tua, kerabat dan lain sebagainya. maksudnya adalah

  • Mendoakan si mayit agar senantiasa Allah ampuni segala dosanya dan Allah tempatkan mereka di tempat terbaik/surga dan menjadikan kuburnya Raudhah min riyadil jannah, taman daripada taman-taman surga,
  • Sebagai pengingat/pembelajaran bagi yang hidup bahwa akan ada mati setelah kehidupan dunia

Apabila seorang mukmin dikuburkan maka kubur akan menyambutnya dengan kata-kata sebagai berikut; “selamat datang orang yang aku cintai diatara orang-orang yang berjalan di atasku. Hari ini aku akan mengurus semua urusanmu karena kau telah berada dalam perutku, dan saksikanlah perlakuanku kepadamu.”
Seketika kubur akan meluas dan melebar sejauh mata memandang, dan pintu sorga akan terbuka untuknya.
Dan apabila seorang kafir dikuburkan, kubur akan menyambutnya dengan kata-kat sebagai berikut;  “Tak ada kata selamat datang untukmu wahai orang yang aku benci diantara orang-orang yang berjalan di atasku. Hari ini aku akan mengurus semua urusanmu karena kau telah berada dalam perutku, dan saksikanlah perlakuanku kepadamu”
Seketika kubur akan menyempit dan menghimpit jasadnya hingga tulangnya tercerai berai.”
Diantara nyekar yang paling utama adalah silaturahmi kepada yang hidup, yaitu untuk saling maaf memaafkan, baik kepada orang tua, kerabat, sahabat dan tetangga.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له  يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam naik mimbar lalu beliau mengucapkan, ‘Amin … amin … amin.’ Para sahabat bertanya, ‘Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?’ Kemudian, beliau bersabda, ‘Baru saja Jibril berkata kepadaku, ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadan tanpa mendapatkan ampunan,’ maka kukatakan, ‘Amin.’ Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun itu tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua),’ maka aku berkata, ‘Amin.’ Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bersalawat ketika disebut namamu,’ maka kukatakan, ‘Amin.””
Hadis ini dinilai sahih oleh Al-Mundziri dalam At-Targhib wa At-Tarhib, 2:114, 2:406, 2:407, dan 3:295; juga oleh Adz-Dzahabi dalam Al-Madzhab, 4:1682. Dinilai hasan oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid, 8:142; juga oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Al-Qaulul Badi‘, no. 212; juga oleh Al-Albani di Shahih At-Targhib, no. 1679.(https://konsultasisyariah.com/19212-doa-malaikat-jibril-menjelang-ramadhan-sms-ramadhan.html)
  • Hal terlarang dalam ziarah kubur adalah meminta kepada kubur dan atau bercakap-cakap dengan kuburan
=>syar'i
  1. Membayar hutang puasa, sebelum jatuh nisfu sya'ban
  2. Silaturahmi (maaf memaafkan) dibulan Sya'ban
  3. Mempersiapkan diri menhadapi bulan ramadhan (mengetahui ilmu ttg puasa ramadhan)
  • BA'DA RAMADHAN
Maka setelah ramadhan berlalu adakah perubahan dalam diri kita, 
  1. Orang yang berpuasa dijamin tidak pernah mengeluh
  • Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
    “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
    Maka nikmat mana lagi yang engkau dustakan bila Allah telah berjanji yang akan membalas sendiri selain dengan 2 kebahagian tersebut. jika setelah ramadhan kita masih berkeluh kesah artinya ada yang salah dalam amalan puasa kita.
    Dan berdoa berbuka puasa
    اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
    ذَهَبَ الظَّمَـأُ، وابْــتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَــبَتَ الأَجْرُ إِن شَاءَ اللهُ
    بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
    “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman dan atas rezeki yang Engkau berikan aku berbuka, Telah hilang lapar dan dahaga, telah basah kerongkongan, dan telah diraih pahala, insya Allah dengan Rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
    Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    ثَلَاثٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ السَّحَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
    Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak: Pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai dia berbuka, dan doa orang yang didzalimi, Allah angkat di atas awan pada hari kiamat.”
    Keterangan ini juga dikuatkan dengan riwayat dari Abdullah bin Amr bin Ashradhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    إن للصائم عند فطره لدعوة ما ترد
    Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki doa yang tidak akan ditolak ketika berbuka.” (HR. Ibnu Majah 1753, Al-Hakim 1/422, Ibnu Sunni 128, dan At-Thayalisi 299 dari dua jalur. Al-Bushiri mengatakan (2/81): ‘Sanad hadis ini shahih, perawinya tsiqqah’. Demikian keterangan dari Shifat Shaum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hal. 67 – 68).
    2. Orang yang berpuasa pergaulannya luas
    karena ia senatiasa berjamaah dalam beribadah.bukankah seringkali ketika kita hendak berbuka puasa seringkali kita di tawari makan/minum untuk berbuka oleh orang yang kita tidak kenal..
    3. Badannya akan sehat


    • Dari berbagai sumber
    • kajian akidah 30 mei 2016 Oleh Ust. Nata Mulyana





    Minggu, 15 Maret 2015

    KHILAFIYAH DAN BID'AH


    YANG KHILAFIYAH DAN YANG BID’AH
    Oleh : Syarif Rahmat RA
    dosen PTIQ Jakarta dan Pengasuh Pondok Pesantren Ummul Qura Pondok cabe


    Khilafiyah artinya perkara-perkara yang diperselisihkan. Dalam pembicaraan Fiqh yang disebuh khilafiyah adalah segala sesuatu yang diperselisihkan kedudukan hukumnya oleh para ulama Mujtahid. Adapun bid’ah adalah segala amaliah yang tidak terdapat dasarnya dalam Al Qur’an, Hadit atau Ijtihad Ulama Mujtahid.




    Terhadap masalah-masalah khilafiyah yang wajib bagi orang awam adalah taqlid kepada salah satunya disertai sikap toleran terhadap yang berbeda darinya. Sedangkan dalam masalah bid’ah maka tidak ada pilihan lain kecuali bersatu dalam menghentikannya.

    Dalam suatu masalah terkadang kita menemukan khilafiyah namun ada pula yang terjatuh dalam bid’ah tanpa disadari. Hal ini biasaya karena orang tidak bisa membedakan mana Ulama Mujtahid yang layak dijadikan pegangan dan mana ulama atau guru ngaji yang tidak boleh dijadikan rujukan. Sekali lagi, yang wajib dalam hal ini adalah mengikuti ulama Mujtahid dan tidak merujuk kepada fatwa sembarangan.

    Sebagai misal dalam masalah mengangkat tangan ketika Takbiratul Ihram. Para ulama berbeda pendapat sebatas mana kedua tangan diangkat. Mayoritas ulama menetapkan bahwa mengangkat kedua tangan itu adalah sebatas daun telinga. Mereka menggabungkan pesan yang terdapat dalam dua hadist. Sebagian lain menetapkan bahwa mengangkat tangan itu sebatas pundak. Kelompok ini mentarjihkan salah satu di antara keduanya. Dua pendapat ini termasuk dalam perkara khilafiyah. Tetapi ada juga kelompok ketiga yang ketika mengangkat tangan setinggi dada dengan cara menelungkup pula. Mengangkat tangan model ini – sepengetahuan kami – tidak ada dasarnya dalam hadist. Jadi, jika digunakan kalimat yang ekstrim, bisa dikatakan bid’ah.

    Demikian juga para ulama berbeda pendapat tentang tata cara meletakan tangan saat berdiri dalam shalat. Sebagian besar ulama menetapkan bahwa yang benar dalam meletakan tangan adalah dengan cara menumpangkan tangan kanan diatas tangan kiri dengan meletakannya dibawah dada diatas pusar. Pendapat ini adalah hasil dari penggabungan dua hadist dalam masalah ini. Sebagian lain menetapkan bahwa cara yang benar adalah dengan cara menumpangkan tangan kanan diatas tangan kiri dengan meletakkan di dada. Mereka berargumen dengan teks sebuah hadist dengan tidak menghubungkannya dengan hadist lain. Ada pula pendapat lain yang mempersilahkan memilih antara di dada atau dibawah dada. Ketika pendapat ini dianggap khilafiyah karena seperti itu yang difatwakan para Mujtahid kecuali Abu Hanifah yang memilih melepaskan tangan tidak bersedekap. Tetapi belakangan ada sekelompok orang yang ketika bersedekap meletakan tangan di dada dengan cara kedua sikunya menggelantung ke bawah. Ada juga yang menumpuk dua telapak tangannya di dada seperti gerakan orang yang sedang bersedih hati. Kedua model bentuk ini – sepengetahuan kami – tidak pernah ada dalam fatwa ulama baik salaf maupun khalaf. Maka jika hendak disikapi dengan ekstrim, dapat dikatakan praktek sedekap seperti itu adalah bid’ah.

    Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara turun ketika hendak sujud. Mayoritas mereka meletakan dua lutut sebelum dua telapak tangannya. Sebagian lain menetapkan bahwa turun yang benar adalah dengan cara meletakan kedua tangan sebelum kedua lututnya. Ini adalah khilafiyah yang terdapat penjelasannya dalam kitab-kitab Mujtahid. Tetapi belakangan kita menyaksikan ada sejumlah orang yang ketika turun hendak sujud mendahulukan kedua tangan lalu setelah lututnya turun, kedua tangannya melompat kedepan sehingga dalam sujud pertama itu mereka memindahkan tangan dari tempat jatuhnya. Praktek model ini sepertinya dalam rangka memanjangkan posisi sujudnya. Tata cara seperti ini – sepengetahuan kami – tidak ada dalam fatwa seorang ulama pun baik salaf maupun khalaf. Maka jika hendak disikapi dengan esktrim dapat dikatakan praktek turun menuju sujud model ini adalah bid’ah.

    Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara bangkit dari sujud kedua pada rakaat ganjil. Sebagian berdiri dengan cara bertumpu pada lutut. Tetapi sebagian lain bangkit dengan bertumpu pada telapak tangan. Ini adalah khilafiyah. Akan tetapi belakangan ada sekelompok orang yang ketika bangkit dari sujud tersebut dengan cara bertumpu pada dua tangan dengan mengepal. Mereka lakukan ini –katanya- karena mengikuti hadist yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bangkit dengan bertumpu pada kedua tangannya seperti orang yang mengolah tepung. Padahal yang namanya “Ngoleni” tepung itu berbeda dengan memeras sayuran atau lainnya. Jadi kata-kata “seperti mengolah tepung” itu adalah memperkuat makna “bertumpu pada kedua tangannya” Yang dituju tentu saja bangkit seperti normalnya manusia yaitu menapakan telapak tangannya dilantai. Sepengetahuan kami, bangkit dari sujud model ini adalah barang baru dan tidak pernah ada dalam fatwa ulama baik salaf maupun khalaf. Maka jika hendak disikapi dengan esktrim dapat dikatakan praktek bangkit model ini adalah bid’ah.

    BUKAN MERUBAH SYARI’AT TAPI TUNTUTAN MASA

    Dulu pada masa Rasulullah SAW, seorang Mu’adzdin dianjurkan naik ke atas menara, menutup telinga dan menoleh ke kanan dan kiri ketika mengumandangkan Adzan. Itu dimaksudkan agar ia dapat mengumandangkan suaranya dengan keras dan suaranya terdengar dari segala arah. Oleh karena itu praktek sebagaimana dilakukan Bilal itu dihukumi sebagai sunnah oleh para ulama. Pada masa ini tujuan dari ketiganya itu telah dapat dicapai melalui pengeras suara. Adakah naik ke menara, menutup telinga dan menoleh ke kanan dan kiri ketika mengumandangkan adzan masih dianggap sunnah ? Adalah menarik bahwa – sebagaimana dikatakan Al Buhkhari dalam shahihnya-- meskipun Bilal menutup telinganya ketika mengumandangkan adzan namun Ibnu Umar tidak melakukannya.

    Ketika hendak menunaikan shalat berjama’ah, Rasulullah SAW biasa mengucapkan “Sawwu Wa’tadilu” atau kalimat sejenisnya. Ketika kini teknologi sudah sedemikian canggih, lalu para imam menambahkan kalimat “bagi yang membawa HP atau sejenisnya, di mohon untuk mematikan sementara”, adakah ucapan sang imam seperti ini dianggap bid’ah karena tidak pernah dicontohkan Rasulullah SAW atau ulama salaf? Ataukah justru menjadi sunnah karena memiliki kesamaan tujuan dengan ucapan Rasulullah SAW yaitu menciptakan ketenangan saat shalat ?

    Allah SWT berfirman, yang artinya :
    “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang data dari segenap penjuru yang jauh” (Al Hajj:27)

    Ayat ini menyebutkan tentang teknis menunaikan ibadah haji yaitu berjalan kaki dan menaiki unta. Berpegang kepada teks ayat ini ada sementara ulama (dahulu) yang menfatwakan bahwa menunaikan ibadah haji tidak wajib atas orang yang antara rumahnya dengan baitullah terdapat sungai besar atau lautan dengan alasan tidak dapat  ditempuh dengan berjalan kaki dan berkendaraan unta. Meskipun ini pendapat ganjil, nyatanya memang ada.

    Bagaimana fatwa ini dapat dipergunakan ketika untuk sampai ke baitullah sudah ada pesawat terbang yang bukan hanya menyeberangi sungai besar tetapi juga lintas pulau dan benua? Adakah kira-kira ulama tadi –jika hari ini ada- akan menetapkan fatwa yang sama? Rasanya tidak, karena setiap fatwa akan berubah seiring perubahan zaman. Wallahu a’lam.

    Qum no.673 tgl 26 shafar 1436H










    Sabtu, 07 Maret 2015

    amalan setelah sholat jum'at

    Buat yang punya waktu lebih senggang, sebaiknya Anda menyempatkan diri untuk mengambil keutamaan di hari Jum‘at.
    Anda bisa membaca surat Kahfi, Waqi‘ah, aneka wiridan, atau amalan lain yang dianjurkan di hari Jum‘at. Bagi yang punya kepentingan dan hajat lain, boleh langsung bubar selepas salam menuju sandal.
    Namun begitu, mereka yang memilih bertahan baiknya memerhatikan keterangan Syekh Abdullah bin Hijazi As-Syarqawi dalam karyanya Hasyiyatus Syarqawi ala Tanqihil Lubab. Artinya sebelum membaca wiridan rutinnya, ada baiknya ia mengawali wiridan itu dengan amalan khusus Rasulullah SAW di hari Jumat.
    Usai salam sembahyang Jum‘at tetapi sebelum mengubah posisi kaki dan sebelum bicara, kita disunahkan membaca surat Al-Fatihah, Qul Hu, Falaq, dan Nas masing-masing 7 kali. Lalu ia mengucap, “Allahumma ya Ghaniyyu ya Hamid, ya Mubdi’u ya Mu‘id, ya Rahimu ya Wadud. Aghnini bi halalika ‘an haromik, wa bifadhlika ‘amman siwak,” sebanyak 4 kali (Hai Tuhanku Yang Maha Kaya Lagi Maha Terpuji, Yang Maha Memulai Lagi Kuasa Mengembalikan, Yang Maha Penyayang Lagi Maha Kasih, Cukupkan aku oleh pemberian-Mu yang halal, bukan yang haram. Dan puaskan aku oleh kemurahan-Mu, bukan selain-Mu).
    Siapa saja melazimkan amalan ini, niscaya Allah cukupkan dan berikan rezeki kepadanya dari mana yang ia tidak perhitungkan sebelumnya; Allah ampuni dosanya baik yang lewat maupun yang datang; serta Allah pelihara sikap beragamanya, kehidupan dunianya, keluarganya, dan anaknya. Demikian disebutkan Ibnu Hajar dan Al-Khotib.
    Keterangan ini juga disampaikan Imam Nawawi dalam karyanya yang memuat doa dan zikir-zikir, Al-Adzkar. Wallahu A‘lam. (nu.or.id)

    Kamis, 04 Desember 2014

    Kisah-kisah : Nabi Ibrahim AS dan kematian

    Kisah-kisah : Nabi Ibrahim AS dan kematian

    Nabi Ibrahim mendapat gelar khalilullah yang artinya kekasih Allah. Predikat ini bukan bikinan atau keinginan manusia apalagi permintaan Nabi Ibrahim sendiri. Tetapi langsung Allahlah yang menganugrahkanya seperti yang tercantum dalam ayat Al-Quran (Q.S. An-Nisa : 125). Sebagai kekasih Allah tentu saja Ia (Allah) sangat sayang kepadanya; Sangat dekat dan do’anya selalu dikabulkan. Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 124 s.d.129

    Pada suatu hari Allah memerintah malaikat Izrail untuk mencabut nyawa nabi Ibrahim tetapi bila nabi Ibrahim belum mau, maka Izrail diperintahkan untuk kembali ke langit.
    Dan turunlah malaikat maut (Izrail) atas perintah Allah SWT kebumi dan mengetuk pintu rumah Nabi Ibrahim AS, dan terjadilah dialog antara nabi Ibrahim AS dengan malaikat maut.

    Malaikat            : Assalamu’alaikum, ya Ibrahim
    Ibrahim             : Wa’alaikumusallam ya sahabatku Izrail. Ada maksud apa engkau mengetuk pintu rumahku apakah engkau datang sebagai tamuku atau engkau datang dalam rangka melaksanakan tugas ?
    Malaikat            : Ya Ibrahim, aku datang untuk menunaikan tugasku kepadamu
    Ibrahim             : baik, tetapi ada 1 pertanyaanku padamu
    Malaikat            : apa itu..
    Ibrahim             : Hai Malaikat Maut, bagaimana menurutmu bila ada kekasih mencabut nyawa kekasihnya sendiri ?

    Mendapat pertanyaan tersebut malaikat Izrail bingung, lalu naik lah ia ke langit menemui Allah S.W.T untuk melaporkan hal itu, lalu Allah berfirman menyuruh Izrail bertanya kembali kepada Ibrahim, “Bagaimana menurutmu bila ada  seorang kekasih yang tidak mau bertemu kekasihnya ?”

    Izrail pun turun menyampaikan firman Allah tersebut ke Ibrahim, lalu Ibrahim menjawab : “Kalau demikian, Cabutlah nyawaku sekarang juga”
    ========================================================================
    • Jika demikian apakah kita cinta Allah dan RasulNYA…

    Minggu, 30 November 2014

    Pelajaran Budi Pekerti

    Pada suatu masa hiduplah seorang kakek bersama anak dan cucunya, kakek yang sudah tua renta sudah mulai pikun dikarena umurnya yang sudah menginjak 75 tahun. Setelah istrinya meninggal dunia maka si kakek tua ini dirawat oleh anak semata wayangnya, hiduplah si kakek dirumah anaknya bersama dengan cucu laki-lakinya.

    Karena penyakit pikunnya si kakek sering kali membuat jengkel orang-orang disekitarnya terutama anaknya yang merawat dia. Seringkali si kakek bercerita ke tetangganya bahwa anak tidak memberinya makan, padahal anaknya telah memberinya makan dan merawatnya setiap hari.
    Sering pula si kakek ini membuang hajat sembarang, sehingga membuat jengkel si anak. Segala kebaikan yang diberikan oleh si anak si kakek ini tidak pernah bersyukur dan malah mejelek-jelekan si anak kepada orang-orang yang di jumpainya.
    Maka saking jengkelnya sianak karena ulah si kakek, dibuatlah oleh si anak ini anyaman bambu yang besar. Melihat ayahnya membuat keranjang yang sangat besar sianak (cucu dari kakek) bertanya kepada ayah :

    Cucu      : “ayah untuk apa ayah membuat keranjang yang sangat besar itu”
    Ayah      : “ayah akan mengurung kakekmu dengan keranjang ini dan membuangnya ketengah hutan”
    Cucu      : “kenapa ayah membuang kakek ke tengah hutan..? “
    Ayah      : “biar kakekmu dimakan macan, karena kakekmu seringkali membuat jengkel ayah biarlah kita hidup tanpa kakekmu yang tidak berguna itu.

    Maka ketika keranjang yang dirajut sudah selesai, tibalah saat dimana si kakek ini dimasukan kedalam keranjang untuk dibuang ketengah hutan, agar sianak terbebas dari ayahnya yang cerewet dan seringkali menyusahkan itu. Ketika si ayah akan membawa si kakek ketengah hutan terjadilah dialog antar si ayah dengan anaknya (cucu dari si kakek).  


    Cucu      : ayah mau dibawa kemana si kakek
    Ayah      : mau ayah buang kehutan kakek mu yang cerewet dan menyusahkan ini
    Cucu      : aku ikut ayah..
    Ayah      : jangan kamu tunggu dirumah saja di hutan berbahaya..
    Sianak merajuk terus untuk ikut ayahnya kehutan, tetapi si ayah tetap melarang si anak untuk ikut membuang kakeknya ke tengah hutan.
    Cucu      : baiklah ayah, tetapi kalau aku tidak boleh ikut.. aku titip sesuatu untuk ayah..
    Ayah      : baik, apa itu nak..
    Cucu      : tolong kalau ayah sudah melepaskan kakek ketengah hutan, keranjang ayah bawa pulang ya..
    Ayah      : untuk apa keranjang itu nak..
    Cucu      : nanti kalau ayah sudah tua, pikun, cerewet dan menyusahkan aku. Aku akan menggunakan keranjang tersebut untuk membuang ayah ketengah hutan..
    Hikmah
    • Bahwa sikap anak kita terhadap kita kelak  adalah sebagaimana sikap kita kepada orangtua kita. Anak akan senantiasa meniru dan mencontoh orangtuanya.
    •  Maka pandai-pandailah mendidik anak-anak kita