CARA MENAFSIRKAN AL
QUR’AN
Seseorang yang ingin
menafsirkan Alquran maka berikut ini adalah beberapa ilmu yang wajib di miliki.
Memang sudah disabdakan
Nabi Muhammad SAW akan banyaknya di akhir zaman orang yang menafsirkan
Al Qur’an dengan sembarangan, sesuai pendapat sendiri saja. Tanpa memiliki
kemampuan di bidangnya, tanpa mengetahui kaitannya dengan hadits-hadits Nabi,
kaitan ayat dengan ayat. Terkadang ditafsirkan disesuaikan dengan ajaran
kelompok mereka, didoktrin dari pendahulu-pendahulu mereka tanpa memandang
pendapat para ahli sebelumnya. Seolah pendapat merekalah yang paling benar.
“Siapa saja yang menafsirkan Al Qur'an dengan
menggunakan pendapatnya sendiri (akal/ro’yu) maka hendaknya dia menempati
tempat duduknya yang terbuat dari api neraka" (HR. Ahmad, At Tirmidzi dan Ibnu Abi
Syaibah).
Orang selalu menegaskan
bahwa “untuk menafsirkan Al-Quran itu harus memenuhi beberapa syarat. Dan
jikalau seseorang itu belum memenuhi syarat-syarat tersebut, maka ia belum
dibenarkan untuk menafsirkan Al-Quran”. Pernyataan tersebut pada prinsipnya
dipandang bukan “sesuatu keputusan yang menjadi syarat mutlak, tetapi merupakan
keputusan yang bersifat pengawasan semata untuk menjaga sikap yang brutal dari
manusia dalam menafsirkan Al-Quran”. Dikatakan bukan keputusan yang mutlak,
karena syarat tersebut bukanlah ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya, melainkan
syarat-syarat ketetapan yang dibikin oleh manusia itu sendiri (para alim ulama/pemikir
islam)
Diantara cabang ilmu
tersebut adalah seperti dibawah ini, dimana dari cabang ilmu tersebut masih
mempunyai cabang-cabang ilmu lainnya.
I. Ilmu Lughah
.
Untuk mengetahui seluk
beluk bahasa Arab yang masyhur itu lebih jauh dan untuk menilai keindahan
kalimat baik prosa maupun puisi, maka sastrawan-sastrawan Arab telah menetapkan
13 cabang ilmu yang bertalian dengan bahasa yang disebut dengan “Ulumul
Arabiyah”
“Ulumul Arabiyah” bisa
disebut linguistik Arab itu terdiri dari :
1. Ilmu Lughah:
llmu pengetahuan yang
menguraikan kata-kata (lafaz) Arab besamaan dengan maknanya. Dengan pengetahuan
ini, orang akan dapat mengetahui asal kata dan seluk beluk kata. Tujuan ilmu
ini untuk memberikan pedoman dalam percakapan, pidato, surat-menyurat, sehingga
seseorang dapat berkata-kata dengan baik dan menulis dengan baik pula.
2. Ilmu Nahwu:
Ilmu pengetahuan yang
membahas prihal kata-kata Arab, baik ketika sendiri (satu kata) maupun ketika
terangkai dalam kalimat. Dengan kaidah-kaidah ini orang dapat mengatahui Arab
baris akhir kata (kasus), kata-kata yang tetap barisnya (mabni), kata yang dapat
berubah (mu’rab).
Tujuanya adalah untuk
menjaga kesalahan-kesalahan dalam mempergunakan bahasa, untuk menghindarkan
kesalahan makna dalam rangka memahami Al-Quran dan Hadits, dan tulisan-tulisan
ilmiah atau karangan.
Alam tata
bahasa/sintaksis Arab, dikenal istilah Fi’iil dan Harf, jumlah Islamiyah dan
Fi’liyah serta Syibhu jumlah. Dalam ilmu Nahwu banyak lagi istilah dan
persoalan yang dihadapi dapat diteliti dari buku-buku bahwa yang banyak
tersebar. Yang dikenal memprakarsai Nahwu adalah Ali bin Ali Thalib beserta
sahabatnya.
Peristilahan Nahwu yang
berpengaruh kepada bahasa Indonesia adalah yang dikarang oleh Abul Aswat
Adduali dan Sibawaihi yang terlebih dahulu dikenal orang Barat.
3. Ilmu Sharf (morfologi Arab).
Ilmu pengetahuan yang
menguraikan tentang bentuk asal kata, maka dengan ilmu
ini dapat dikenal kata dasar dan kata bentukan, dikenal pula afiks, Sufiks dan
infiks, kata kerja yang sesuai dengan masa. Penciptaan llmu Sari ini adalah
Muaz bin Muslim.
4. Ilmu Isytiqaq:
Ilmu pengetahuan tentang
asal kata dan pemecahannya, tentang imbuhan pada kata (hampir sama dengan ilmu
Sarf)
5. Ilmu ‘Arudh :
Ilmu yang membahas
hal-hal yang bersangkutan dengan karya sastra syair dan puisi. llmu Arudh
memberitahukan tentang wazan-wazan (timbangan) syair dan tujuanya adalah untuk
membedakan proses dalam puisi membedakan syair dan bukan syair. Dengan ilmu
arudh ini dikenal bahar syair seperti berikut ini: bahar thawi, bahar madid,
bahar basith, bahar wafir, bahar kamil, bahar hijaz, bahar rozaz, bahar sari’
bahar munsarih, bahar khafif, bahar mudhari, bahar muqradmib, bahar mujtas,
bahar mutaqarib, bahar Romawi dan bahar mutadarik.
6. Ilmu Qawafi:
Ilmu yang membahas suku
terakhir kata dari bait-bait syair sehingga diketahui keindahan syair. Yang
memprakarsai adanya Qawafi ialah Muhallil bin Rabi’ah paman Amruul Qaisy.
7. llmu Qardhus Syi’ri
yaitu sejenis ilmu
pengetahuan tentang karangan yang berirama (lirik), dengan tekanan suara yang
tertentu. Gunanya untuk membantu menghafalkan syair dan mempertajam ingatan
pembaca syair.
8. Ilmu Khat
yaitu pengetahuan
tentang huruf dan cara merangkaikannya, termasuk bentuk halus kasarnya dan seni
menulis dengan indah dapat dibedakan dalam beberapa bentuk mulai dari khat
tsulus, Diwan, Parsi dan khat nasakh. Penemu pertama ilmu khat adalah nabi
Idris karena beliaulah yang pertama kali menulis dengan kalam.
9. Ilmu Insyak
yaitu ilmu pengetahuan
tentang karang mengarang surat, buku, pidato, cerita artikel, features dan
sebagainya. Gunanya untuk menjaga jangan sampai salah dalam dunia
karang-mengarang.
10. Ilmu Mukhodarat
yaitu pengetahuan
tentang cara-cara memperdalam suatu persoalan, untuk diperdebatkan didepan
majlis, untu menambah keterampilan berargumentasi, mahir bertutur dan terampil
mengungkapkan cerita.
11. Ilmu Badi’
yaitu pengetahuan,
tentang seni sastra, Penemu imu ini adalah Abdullah bin Mu’taz. llmu ini
ditujukan untuk menguasai seluk beluk sastra sehingga memudahkan seseorang
dalam meletakkan kata- sesuai tempatnya sehingga kata-kata tadi berlin
bertelindan dengan indah, sedap didengar dan mudah diucapkan.
12. Ilmu Bayan
ialah ilmu yang
menetapkan beberapa peraturan dan kaedah untuk mengetahui makna yang terkandung
dalam kalimat. Penemunya adalah Abu Ubaidah yang menyusun pengetahuan ini dalam
“Muujazu Al-Quran” kemudian berkembang pada imam Abu qahir disempurnakan oleh
pujangga-pujangga Arab lainnya seperti AI-Jahiz, lbnu Mu’taz, Qaddamah dan Abu
Hilal Al- Asikari. Dengan ilmu ini akan diketahui rahasia bahasa arab dalam
prosa dan puisi, keindahan sastra Al-Quran dan Hadist. Tanpa mengetahui ilmu
ini seseorang tidak akan dapat menilai apalagi memahami isi Al-Quran dan Sabda
nabi dengan sesungguhnya.
13. Ilmu Ma’ani
ialah pengetahuan untuk
menentukan beberapa kaedah untuk pemakaian kata sesuai dengan keadaan (situasi
dan kondisi) dalam istilah disebutkan “Muthabiq Lil /muqtadhal Hali” tujuannya
untuk mengetahui I’jaz Al-Quran, keindahan sastra Al-Quran yang tiada taranya.
Demikian pembagian ilmu L-Arabiyah yang disadur dari (pengantar Sastra
Arab(Food Said 1985, 98-106).
II. Mantek
ilmu semantik
menitikberatkan kajiannya pada aspek makna dan penunjukan makna. Titik berat
pada aspek makna berarti bahwa disana akan dipelajari tentang makna leksikon
dari suatu kata (= المعني المعجمي المعني القاموسي), makna
kontekstualnya (المعني السياقي), makna individual, makna sosial, dan
sebagainya. Titik berat pada penunjukan makna berarti bahwa disana akan
dipelajari tentang perkembangan makna suatu kata, yang dipengaruhi oleh banyak
variabel seperti individu, sosial, kebudayaan, militer, politik, peradaban, dan
lain-lain.
Kata manthiq (bahasa Arab) berasal dari
kata nathaqa - yanthiqu – nuthqan/manthiqan (نطق - ينطق – نطقا ومنطقا ). Jadi kata manthiq adalah mashdar
mimiy dari nathaqa yanthiqu, yang artinya berkata, bertutur atau
berbicara.
[1] Mantiq sepadan artinya dengan logika, yang
diturunkan dari kata sifat logike (bahasa Yunani) yang
berhubungan dengan kata benda logos yang artinya pikiran atau
kata sebagai pernyataan dari pikiran. Ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
erat antara perkataan dengan pikiran.
[2] Dengan demikian mantiq
atau logika berarti berkata atau berbicara dengan menggunakan pikiran.
Kata nathaqa terdapat
dalam al-Qur’an, salah satunya dalam bentuk kata kerja untuk masa sedang dan
akan datang (fi’il mudhari’), yaitu pada ayat 3 surat al-Najm.
وما ينطق عن الهوى إن هو إلا وحي يوحى (النجم ۳)
Artinya: Dan Muhammad itu
tidaklah menuturkan (al-Qur’an) karena keinginan dirinya, melainkan yang ia
sampaikan itu adalah wahyu yang diwahyukan (Allah kepadanya).
Secara sederhana mantik berarti ucapan yang benar atau tutur kata yang
mengandung kebenaran. Selain kata mantik juga dikenal kata logika.
[3] Istilah
logika berasal dari bahasa Yunani, logos yang artinya perkataan, uraian,
penuturan dan alasan. Kata logika sering terpakai atau terdengar dalam
keseharian. Pengertian secara
singkat ialah sesuatu itu masuk akal atau tepat menurut akal. Jika sesuatu
tindakan atau yang terjadi itu sesuai menurut akal atau masuk akal maka
dinamakan dengan logis.
[4] Untuk memahami apa
sebenarnya logika itu maka harus dikenal terlebih dahulu apakah yang dimaksud
dengan penalaran itu sendiri? Penalaran, menalar atau nalar berarti
menganalisa, atau sebuah bentuk upaya berpikir atas sesuatu.
Dalam bahasa Arab nalar itu
disebut dengan kata fakara (berpikir), yakni upaya untuk
mengetahui dan memahami sesuatu menurut apa adanya. Sedangkan ilmu logika
disebut dengan ilmu manthiq, yaitu suatu ilmu tentang kaidah-kaidah
yang membimbing manusia dalam berfikir agar terhindar dari kekeliruan dan tidak
salah dalam menarik kesimpulan.
III. Falak
PENGERTIAN ILMU FALAK
Kata “falak” berasal dari kata Arab al-falak (الفلك)yang secara harfiah berarti tempat beredar atau orbit. Dalam peradaban Islam khususnya zaman tengah, ilmu falak lebih dikenal dengan sebutan ilmu haiah (علم الهيئة) yang menurut al-Mas’udi (w. 346 H/957 M) merupakan padanan istilah Yunani “astronomi”. Sebaliknya di zaman modern istilah ilmu falak lebih banyak digunakan.
Pada zaman tengah, ilmu falak (ilmu haiah) didefinisikan sebagai cabang pengetahuan yang mengkaji keadaan benda-benda langit dari segi bentuk, ukuran, kualitas, posisi, dan gerak benda-benda langit. Di zaman modern didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta berupa benda-benda langit di luar atmosfir bumi, seperti matahari, Bulan, bintang, sistem galaksi, planet, satelit, komet, dan meteor dari segi asal usul, gerak, fisik, dan kimianya, dengan menggunakan hukum-hukum matematika, fisika, kimia, dan bahkan biologi.
Badan Hisab Rukyat Depag mendefinisikan ilmu falak sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit seperti matahari, Bulan, bintang, dan benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain.
Dalam bhs. Inggris disebut Practical Astronomy Cabang ilmu pengetahuan lain yang mempelajari benda-benda langit antara lain:
• ILMU FALAK dan ILMU HISAB
Dalam khazanah fikih, ilmu falak lebih dikenal dengan sebutan ilmu hisab. Hisab yang berasal dari kata Arab al-hisab secara harfiah berarti perhitungan atau pemeriksaan. Dinamakan demikian karena kegiatan yang menonjol dari ilmu falak itu adalah memperhitungkan kedudukan benda-benda langit.
Menyangkut penentuan waktu-waktu ibadah, hisab digunakan dalam arti perhitungan waktu dan arah tempat guna kepentingan pelaksanaan ibadah, seperti penentuan waktu salat, waktu puasa, waktu Idulfitri, waktu haji, dan waktu gerhana untuk melaksanakan salat gerhana, serta penetapan arah kiblat agar dapat melaksanakan salat dengan arah yang tepat ke Kakbah
Menyangkut penentuan waktu-waktu ibadah, hisab digunakan dalam arti perhitungan waktu dan arah tempat guna kepentingan pelaksanaan ibadah, seperti penentuan waktu salat, waktu puasa, waktu Idulfitri, waktu haji, dan waktu gerhana untuk melaksanakan salat gerhana, serta penetapan arah kiblat agar dapat melaksanakan salat dengan arah yang tepat ke Kakbah.
• ‘Ilm al-Mawaqit
Penetapan waktu dan arah tersebut dilakukan dengan perhitungan terhadap posisi-posisi geometrik benda-benda langit khusunya matahari, Bulan, dan bumi guna menentukan waktu-waktu dan arah di muka bumi. Perhitungan posisi geometrik benda langit untuk tujuan praktis seperti penentuan waktu dan arah hanyalah bagian saja dari ilmu falak. Ulama zaman tengah menyebut-nya dengan ilmu waktu (‘ilm al-mawaqit).
• ilmu falak syar’i
Ilmu falak syar’i sering disebut juga dengan ilmu hisab.
aqo’id adalah bentuk jamak dari aqidah yang bermakna pengikat yang kuat bersumber dari kata aqada, ya qidu dan aqdan.
Fikih membahas tentang cara bagaimana cara tentang beribadah, tentang prinsip Rukun Islam dan hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam, terdapat 4 mazhab dari Sunni, 1 mazhab dari Syiah, dan Khawarij yang mempelajari tentang fikih. Seseorang yang sudah menguasai ilmu fikih disebut Fakih.
Astronomi, astrologi, astrofisika, astrometrik,
astromekanik, kosmografi, kosmogoni.
Al-Qalqasyandi mendefinisikan ‘ilm al-mawaqit
sebagai salah satu cabang ilmu haiah (ilmu falak) yang mengkaji waktu-waktu
ibadah dan penentuan arah kiblat dan semua arah lain serta kedudukan suatu
tempat di muka bumi dari bujur dan lintangnya dengan melibatkan pengetahuan
tentang langit serta ketinggian, peredaran, sinar dan bayangan kerucut benda
langit.
Untuk membedakan ilmu falak dalam arti astronomi
dengan ilmu falak yang khusus mengkaji gerak matahari dan Bulan atau letak
geografik di muka bumi untuk menentukan waktu-waktu ibadah dan arah kiblat,
maka ilmu falak yang terakhir ini disebut dengan ilmu falak syar’i.
IV. Ilmu Usuluddin
yaitu, ilmu yang mempelajari tentang dasar-dasar
keyakinan agama Islam (iman), dan segala hal yang berhubungan dengan iman,
diantaranya sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan sifat wajib, jaiz,
mustahil bagi para Rasul dan lain-lain.
Cabang-cabang ilmu Usuluddin
A. ILMU TAUHID
Adalah aqidah. Aqidah berarti keyakinan.
Keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa. Aqoid juga berarti sebuah ikatan yang kuat
antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Khaliq. Ikatan yang kuat
antara sesama manusia dalam satu keyakinan. Satu tauhid dan tauhid yang satu.
Tujuan ilmu tauhid adalah mengesakan Allah, ilmu
kalam juga dinamakan dengan ilmu tauhid, karena secara pokok sama-sama
menetapkan keesaan Allah dalam zat dan perbuatan-Nya dalam menjadikan alam
semesta hanya Allah lah menjadi tempat tujuan terakhir alam ini.
B. ILMU KALAM
Secara hafiah kalam berarti perkataan. Sedangkan
ilmu kalam sendiri dapat dipahamu sebagai satu kajian ilmiah yang berupaya
untuk memahami keyakinan-keyakinan keagamaan dengan didasarkan pada argumentasi
yang kokoh. Al-iji pernah mengidentifikasi beberapa sebab yang mungkin menjadi
alasan penamaan disiplin keilmuan ini dengan istilah ilmu kalam, yaitu : (1)
ilmu kalam sebagai oposisi bagi logika di kalangan filsuf; (2) diambil dari
judul bab-bab dalam buku dengan pembahasan terkait yang umumnya diawali dengan
perkataan “al-kalam fi…” (atau : pembahasan tentang …); dan (3)dinisbatkan
kepada para isu paling populer dalam perdebatan kaum mutakallim (ahli kalam),
yaitu tentang kalam Allah. Menurut al-Farabi, ilmu ini dapat berguna untuk
mempertahankan atau menguatkan penjelasan tentang akidah dan pemahaman
keagamaan islam dari serangan lawan-lawannya melalui penalaran rasional. Tetapi
patut dicatat bahwa ilmu kalam yang berkembang dalam Islam ini, sekalipun dalam
pembahasannya banyak mempergunakan argumen-argumen rasional, umumnya tetap
tunduk kepada wahyu. Perbedaan yang kerap muncul hanya terletak pada tingkat
pengakuan fungsi akal untuk memahami wahyu serta tingkat iberalisasi
interpretasi dari skripturalisas (kehafiahan) pembacaan atas teks. Pada fokus
ini ilmu kalam dapat dibedakan dari filsafat maupun fikih. Ilmu kalam merupakan
ilmu yang membahas segala sesuatu yang erhubungan dengan uluhiah, termasuk
kalmullah.
C. ILMU USHULUDDIN
“Ushul” : pokok, fondmen, prinsip, aqidah, peraturan.
“Aiddiin” : agama
Ushuluddin adalah pokok-pokok atau dasar-dasar agama.
Ilmu tauhid dapat pula dikatakan ilmu ushuluddin karena
menguraikan pokok-pokok kepercayaan dalam agama islam.
D. ILMU AQOID
Secara bahasa :
Secara istilah :
a. Aqaid adalah
perkara-perkara yang hati anda membernarkannya.
b. Jiwa anda tentram karenanya
c. Ia menjadikan rasa yakin
pada diri anda tanpa tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Ilmu kalam juga disebut ilmu aqoid (ilmu ushuluddin) hal ini dapat
dimengerti karena persoalan kepercayaan menjadi pokok ajaran agama itulah yang
menjadi pokok pembicaraannya.
E. ILMU TEOLOGI ISLAM
Teologi sama saja dengan ‘Iim al-kalam (secara
harfiah ilmu perdebatan) menunjukan suatu disiplin pemikiran islam secara umum
disebut sebagai teologi atau (bahkan kurang akurat) sebagai teologi skolastik.
The discipline, which evolved frm the political and religious controversies
that engulfed the Muslim community in its formative year, deals with
interpretations of religious doctrine and the deference of these interpretation
by means of discursive argument. Disiplim, berkembang dari kontroversi politik
dan agama yang menelan komunitas Muslim dari formatif tahun, berhubungan dengan
interpretasi ajaran agama dan pertahanan penafsiran ini dengan cara diskursif
argumen.
Dalam arti umum teologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang kenyataan-kenyataan dan gejala-gejala agama yang juga
membicarakan tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, baik jalan penyelidikan
atau pemikiran murni, atau dengan jalan wahyu.
V. Fikih
adalah salah satu bidang
ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang
mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi,
bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya.Beberapa ulama fikih
seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan seorang
muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.
Cabang ilmu Fikih
1.
Al Ibadah: yaitu hukum
yang berkaitan dengan shalat, haji dan zakat dan puasa. Yang biasanya dimulai
dengan penjelasakan tentang masalah Thoharah yang diawali dengan penjelasan
tentang air, najis, bersuci dari hadats kecil dan besar, hal-hal yang
membatalkannya dan bejana-bejana yang boleh digunakan dan yang tidak boleh digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Al Ahwal asy Syahsiyyah:
yaitu hukum yang berkaitan dengan keluarga sejak awal sampai akhir, yang
biasanya dimulai dengan penjelasan tentang pernikahan, kemudian perceraian, dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan keluarga.
3.
Al Mu’amalat: yaitu
hukum yang berkaitan dengan hubungan antar manusia satu dengan yang lain
seperti hukum akad jual beli, sewa menyewa, hak kepemilikan, dan
lain-lain.
4.
Al Ahkam As Sulthaniyah:
yaitu hukum yang berkaitan dengan hubungan negara dan rakyat, hokum-hukum
peradilan dan mekanisme peradilan yang sesuai dengan hukum-hukum Islam serta
contoh-contoh kasus dan pemecahannya.
5.
Ahakmus silmi wal harbi:
yaitu yang mengatur hubungan antar Negara, hukum-hukum yang berhubungan
dengan jihad dan lain-lain
VI. Alqur’an
Ulumul
Qur’an ialah seluruh cakupan ilmu yang lengkap yang ada hubungannya dengan
Al-Qur’an berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun ilmu-ilmu bahasa
Arab seperti ilmu I’rabil Qur’an. Dia mencakup berbagai cabang ilmu yang
bersangkut dengan al-Qur’an, dengan menitik beratkan pada pembahasan
masing-masing.
Sehubungan
dengan ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an itu luas dan mendalam, maka
mempelajari ilmu ini sangat penting artinya, terutama apabila seseorang ingin
menafsirkan Al-Qur’an. Tanpa mengetahui ilmu ini maka seseorang dalam
menafsirkan Al-Qur’an sangat besar kemungkinan salah bahkan sesat dan
menyesatkan orang lain. Karena dengan ilmu ini, seseorang mempunyai
pengetahuan yang luas tentang Al-Qur’an sehingga kemungkinan kita mampu
memahami Al-Qur’an dengan baik dan sanggup menafsirkan Al-Qur’an serta dapat
menanggapi dan menangkis berbagai komentar negatif terhadap Al-Quran yang
sering dilontarkan non muslim (orientalis dan atheis) dengan maksud menodai
Kitab Suci ini dan untuk menimbulkan keragu-raguan akidah umat Islam
terhadap kesucian dan kebenaran Al-Qur’an yang menjadi way
on life bagi
umat Islam di seluruh dunia.
Lebih
jelasnya ash-Shabuni menjelaskan tujuan mengetahui ilmu-ilmu Alquran ini
ialah
1. agar dapat memahami Kalam Allah ‘Azza Wajalla,
sejalan dengan keterangan dan penjelasan dari Rasulullah saw serta sejalan pula
dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan tabi’in tentang
interpretasi mereka perihal Al-Qur’an
2. agar mengetahui cara dan gaya yang dipergunakan
oleh para mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai sekedar
penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta
kelebihan-kelebihannya
3. agar mengetahui persyaratan-persyaratan
dalam menafsirkan Al-Qur’an
4. dan ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan untuk
itu.
Objek Pembahasan Ulumul
Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :
Sejarah &
Perkembangan Ulumul Qur'an ,
Meliputi : sejarah
rintisan ulumul quran di masa Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi'in,dan perkembangan
selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulumul
quran di setiap zaman dan tempat.
Pengetahuan tentang
Al-Quran .
Meliputi : Makna Quran,
Karakteristik Al-Qur’an, Nama-nama Al-Qur’an, Wahyu,Turunnya Al-Qur’an, Ayat
Mekkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dsb.
Metodologi Penafsiran
Al-Qur’an
Meliputi : Pengertian Tafsir & Takwil,
Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya,Sejarah & Perkembangan ilmu tafsir,
Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam & Mutasyabih, Aam
& Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.
Para ulama berbeda pendapat mengenai sejauh mana
objek pembahasan Ulumul Qur,an. Sebagian Jumhur Ulama berpendapat, objek
pembahasan UlumulQur’an yang mencakup berbagai segi kitab Al-Qur’an berkisar
diantara ilmu-ilmu bahasa arab dan ilmu-ilmu pengetahuan agama islam.
Berkenan dengan
persoalan ini, M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup
pembahasan Ulumul Qur'an terdiri atas enam hal pokok berikut ini :
1. Persoalan turunnya
Al-Qur'an (Nuzul Al-Qur'an)
2. Persoalan Sanad
(Rangkaian para Periwayat)
3. Persoalan Qira'at (Cara
pembacaan Al-Qur'an)
4. Persoalan kata-kata
Al-Qur' an
5. Persoalan makna-makna
Al-Qur'an yang berkaitan dengan hukum
6. Persoalan makna
Al-Qur'an yang berpautan dengan kata-kata Al-Qur'an
Perintis Dasar Ulumul Qur'an
dan pembukuannya
Perintis Dasar Ulumul
Qur'an
Setelah periode pertama
berlalu, datanglah masa pemerintahan kahlifah Utsman bin Affan. Negara-negara
Islam pun telah berkembang luas. Orang-orang Arab murni telah bercampur baur
dengan orang-orang asing yang tidak kenal bahasa Arab. Percampuran bangsa dan
akulturasi kebudayaan ini menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran. Karena itu,
Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat
Al-Qur'an yang telah dikumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar itu dikumpulkan
lagi dalam satu mushhaf, kemudian di kenal dengan nama Mushhaf Utsmani. Dengan
usahanya itu, berarti Khalifah Utsman bin Affan telah meletakkan dasar pertama,
yang kita namakan Ilmu Rasmil Qur'an atau Rasmil Utsmani.
Pembukuan Tafsir
Al-Qur'an
Setelah dirintis
dasar-dasar Ulumul Qur'an, kemudian datanglah masa pembukuan / penulisan
cabang-cabang Ulumul Qur'an. Cita-cita yang pertama kali mereka laksanakan
ialah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, tafsir Al-Qur'an dianggap sebagai
induk dari ilmu-ilmu Al-Qur'an yang lain.
PEMBAGIAN DAN
CABANG-CABANG ULUMUL QUR'AN
Ilmu-ilmu Qur'an pada
dasarnya terbagi ke dalam dua kategori, yaitu:
1. Ilmu Riwayah,yaitu ilmu-ilmu yang hanya dapat
diketahui melalui jalan riwayat, seperti bentuk-bentuk qiraat, tempat-tempat
turunnya Al-Qur'an, waktu-waktu turunnya, dan sebab-sebab turunnya.
2. Ilmu Dirayah, yaitu ilmu-ilmu yang diketahui
melalui perenungan, berpikir, dan penyelidikan, seperti mengetahui
pengertian lafal yang gharib, makna-makna yang menyangkut hukum, penafsiran
ayat-ayat yang perlu ditafsirkan.
Menurut T.M Hasbi
Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Al-Qur'an yang terpokok.
1. Ilmu Mawathin al-NuzulIlmu,ini menerangkan
tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
2. Ilmu tawarikh al-NuzulIlmu, ini menjelaskan
masa turun ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan sampai
akhirnya serta urutan turun surah dengan sempurna.
3. Ilmu Asbab al-NuzulIlmu, menjelaskan
sebab-sebab turunnya ayat.
4. Ilmu Qiraat Ilmu, menerangkan bentuk-bentuk
bacaan Al-Qur'an yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh Qiraat yang
sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.
5. Ilmu Tajwid, Ilmu ini menerangkan cara
membaca Al-Qur'an dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai,
berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.
6. Ilmu Gharib Al-Qur'an, Ilmu ini menerangkan
makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab
yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti
menjelaskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.
7. Ilmu I'rab Al-Qur'an, Ilmu ini menerangkan
baris kata-kata Al-Qur'an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
8. Ilmu Wujuh wa al-Nazair, Ilmu ini
menerangkan kata-kata Al-Qur'an yang mengandung banyak arti dan menerangkan
makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
9. Ilmu Ma'rifah al-Muhkam wa
al-Mutasyabih. Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas
maknanya) dan yang mutasyabihat (samar maknanya, perlu ditakwil).
10. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh, Ilmu ini
menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian
mufassir.
11. Ilmu Badai' Al-Qur'an, Ilmu ini bertujuan
menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur'an dari sudut kesusastraan,
keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
12. Ilmu I'jaz Al-Qur'an, Ilmu ini menerangkan
kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat Al-Qur'an sehingga dapat membungkam
para sastrawan Arab.,
13. Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur'an, Ilmu ini
menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan
dan yang dibelakangnya.
14. Ilmu Aqsam Al-Qur'an, Ilmu ini menerangkan
arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur'an.
15. Ilmu Amtsal Al-Qur'an, Ilmu ini menerangkan
maskud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur'an.
16. Ilmu Jidal Al-Qur'an, Ilmu ini membahas
bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur'an yang dihadapkan kepada
kamu Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan.
17. Ilmu Adab Tilawah Al-Qur'an, Ilmu ini
memaparkan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur'an.
Ramli Abdul Wahid menambahkan
ilmu tafsir sebagai bagian dari Ulumul Qur'an. Ilmu tafsir berfungsi sebagai
alat untuk mengungkap isi dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur'an.
Menurunya, Ulumul Qur'an lebih umum dari ilmu tafsir karena Ulumul Qur'an
ialah segala ilmu-ilmu yang mempunyai hubungan dengan Al-Qur'an. Ilmu tafsir
tidak kurang penting dari ilmu-ilmu tersebut di atas, terutama setelah
berkembang dengan menampilkan berbagai metodologi, corak, dan alirannya. Pintu
ilmu ini selalu terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian
untuk memasuki persoalan-persoalan yang belum terjamah para ulama
terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat
menunjukkan dan mempertahankan kesucian dan kebenaran Al-Qur'an.
VII. Al Hadist
Ulumul Hadis adalah
istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits. ulum al-hadist terdiri dari
atas 2 kata, yaitu 'ulum dan Al-hadist. Kata 'ulum dalam bahasa arab adalah
bentuk jamak dari 'ilm, jadi berarti "ilmu-ilmu"; sedangkan al-hadist
di kalangan Ulama Hadis berarti "segala sesuatu yang disandarkan kepada
nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat." dengan demikian,
gabungan kata 'ulumul-hadist mengandung pengertian "ilmu-ilmu yang
membahas atau berkaitan Hadis nabi sholallahu 'alaihi wasallam".
Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas
kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau
ditolak. Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu hadits, yakni illmu
yang berpautan dengan hadits, banyak ragam macamnya.
Sebagai diketahui, banyak istilah untuk menyebut
nama-nama hadits sesuai dengan fungsinya dalam menetapkan syariat Islam. Ada
hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhoif. Masing-masing memiliki
persyaratannya sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan
persambungan sanad, kualitas para periwayat yang dilalui hadits, dan ada pula
yang berkaitan dengan kandungan hadits itu sendiri. Maka persoalan yang ada
dalam ilmu hadits ada 2. Pertama berkaitan dengan sanad, kedua berkaitan
dengan matan.
Ilmu yang berkaitan dengan sanad akan mengantar
kita menelusuri apakah sebuah hadits itu bersambung sanadnya atau tidak, dan
apakah para periwayat hadits yang dicantumkan di dalam sanad hadits itu
orang-orang terpercaya atau tidak. Adapun ilmu yang berkaitan dengan matan akan
membantu kita mempersoalkan dan akhirnya mengetahui apakah informasi yang
terkandung di dalamnya berasal dari Nabi atau tidak. Misalnya, apakah kandungan
hadits bertentangan dengan dalil lain atau tidak.
CABANG-CABANG ILMU HADITS
Menurut Dr. Mustofa As-Siba’i bahwa terdapat
disiplin ilmu yang lain dalam kajian tentang sunnah beserta penuturannya,
pembelaannya, dan penelitian pangkal dan sumbernya. Abu ‘Abdullah
Al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifatul ‘Ulum Al-Hadits, merinci
disiplin ini menjadi lima puluh dua bagian, dan al-Nawawi dalam kitabnya al-Taqrib,
merincinya menjadi enam puluh lima bagian.
Menurut Anwar dalam bukunya
Ilmu Mushthalah Hadits, dijelaskan bahwa ilmu hadits dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Ilmu Dirayatul Hadits,
atau Ilmu Ushulur Riwayah dan disebut juga dengan Ilmu Musthalah Hadits
Menurut kata sebagian
ulama Tahqiq, Ilmu Dirayatul Hadits adalah ilmu yang membahas cara kelakuan
persambungan hadits kepada Shahibur Risalah, junjungan kita Muhammad SAW dari
sikap perawinya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka, dan dari segi keadaan
sanad, putus dan bersambungnya, dan yang sepertinya.
Muhammad Abu Zahwu dalam
kitabnya Al-Haditsu wal Muhadditsun, memberikan definisi Ilmu Ushulur Riwayah
atau Ilmu Riwayatul Hadits adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya, hukum-hukumnya, dan keadaan
perawi-perawinya dan syarat-syaratnya, macam-macam yang diriwayatkan dan
hal-hal yang berhubungan dengan itu.
Adapun obyek Ilmu Hadits
Dirayah ialah meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan
matannya). Dari aspek sanadnya, diteliti tentang ke'adilan dan kecacatannya,
bagaimana mereka menerima dan menyampaikan haditsnya serta sanadnya bersambung
atau tidak. Sedang dari aspek matannya diteliti tentang kejanggalan atau
tidaknya, sehubungan dengan adanya nash-nash lain yang berkaitan dengannya.
Dalam penjelasannya, beliau mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan:
1. hakikat periwayatan adalah menyampaikan berita
dan menyandarkannya kepada orang yang menjadi sumber berita itu.
2. Syarat-syarat periwayatan adalah syarat-syarat
perawi di dalam menerima hal-hal yang diriwayatkan oleh gurunya, apakah dengan
jalan mendengar langsung atau dengan jalan ijazah, atau lainnya.
3. Macam-macam periwayatan, apakah sanadnya itu
bersambung-sambung atau putus dan sebagainya.
4. Hukum-hukumnya, artinya diterima atau ditolaknya
apa yang diriwayatkannya itu.
5. Keadaan perawi dan syarat-syaratnya, yaitu adil
tidaknya dan syarat-syarat menjadi perawi baik tatkala menerima hadits maupun
menyampaikan hadits.
6. Macam-macam yang diriwayatkan, ialah apakah yang
diriwayatkannya itu berupa hadits Nabi, atsar atau yang lain.
7. Hal-hal yang berhubungan dengan itu, ialah
istilah-istilah yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.
Pemindahan hadits
berdasarkan sanadnya kepada orang yang dinisbahkan dilakukan secara riwayat
atau khabar dan selainnya.
Syarat-syaratnya
memindahkan hadits berdasarkan sanad adalah sebagi berikut: Perawi menerima apa
yang diriwayatkan kepadanya melalui salah satu dari cara meriwayatkan Hadis
sama melalui pendengaran, pembentangan, ijazah atau sebagainya.
Bagian-bagiannya:
Ittisal (bersambung) serta Ingqita' (terputus) dan sebagainya.
b. Ilmu
Riwayatul Hadits
Ilmu Riwayatul Hadits
ialah ilmu yang memuat segala penukilan yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, kehendak, taqrir ataupun berupa sifatnya.
Menurut Syaikh Manna’
A-Qhaththan, obyek pembahasan ilmu riwayatul hadits: sabda Rasulullah,
perbuatan beliau, ketetapan beliau, dan sifat-sifat beliau dari segi
periwayatannya secara detail dan mendalam. Faidahnya : menjaga As-Sunnah dan
menghindari kesalahan dalam periwayatannya.
Sementara itu, obyek
Ilmu Hadits Riwayah, ialah membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan
pada orang lain dan memindahkan atau membukukan dalam suatu Kitab Hadits. Dalam
menyampaikan dan membukukan Hadits, hanya dinukilkan dan dituliskan apa adanya,
baik mengenai matan maupun sanadnya.
Adapun kegunaan mempelajari
ilmu ini adalah untuk menghindari adanya kemungkinan yang salah dari sumbernya,
yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebab berita yang beredar pada umat Islam bisa jadi
bukan hadits, melainkan juga ada berita-berita lain yang sumbernya bukan dari
Nabi, atau bahkan sumbernya tidak jelas sama sekali.
.
Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,
Cabang-cabang besar yang tumbuh dari ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ialah:
a. Ilmu Rijalul Hadits
Ialah ilmu yang membahas
para perawi hadits, dari sahabat, dari tabi’in, maupun dari angkatan
sesudahnya.
Dengan ilmu ini kita
dapat mengetahui, keadaan para perawi yang menerima hadits dari Rasulullah dan
keadaan perawi yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya.
Dalam ilmu ini
diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, madzhab yang
dipegangi oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu menerima hadits.
b. Ilmu Jarhi wat Ta’dil
Ilmu yang menerangkan
tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang
penta’dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang
khusus dan tentang martabat kata-kata itu.
Ilmu Jarhi wat Ta’dil
dibutuhkan oleh para ulama hadits karena dengan ilmu ini akan dapat dipisahkan,
mana informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang bukan.
c. Ilmu Fannil Mubhammat
Ilmu fannil Mubhamat
adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut dalam matan,
atau di dalam sanad.
Di antara yang menyusun
kitab ini, Al-Khatib Al Baghdady. Kitab Al Khatib itu
diringkas dan dibersihkan oleh An-Nawawy dalam kitab Al-Isyarat Ila
Bayani Asmail Mubhamat.
Perawi-perawi yang tidak
tersebut namanya dalam shahih bukhari diterangkan dengan selengkapnya oleh Ibnu
Hajar Al-Asqallanni dalam Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.
d. Ilmu ‘Ilalil Hadits
Adalah ilmu yang
menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat merusakkan
hadits.
Yakni: menyambung yang munqathi’, merafa’kan yang mauquf, memasukkan
suatu hadits ke dalam hadits yang lain dan yang serupa itu. Semuanya ini, bila
diketahui dapat merusakkan hadits.
Ilmu ini, ilmu yang
berpautan dengan keshahihan hadits. Tak dapat diketahui penyakit-penyakit
hadits, melainkan oleh ulama, yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang
martabat-martabat perawi dan mempunyai malakah yang kuat terhadap sanad dan
matan-matan hadits.
Menurut Syaikh Manna’
Al-Qaththan bahwa cara mengetahui ‘illah hadits adalah dengan
mengumpulkan beberapa jalan hadits dan mencermati perbedaan perawinya dan kedhabithan
mereka, yang dilakukan oleh orang orang yang ahli dalam ilmu ini. Dengan cara
ini akan dapat diketahui apakah hadits itu mu’tal (ada ‘illatnya)
atau tidak. Jika menurut dugaan penelitinya ada ‘illat pada
hadits tersebut maka dihukuminya sebagai hadits tidak shahih
e. Ilmu Ghoriebil Hadits
Yang dimaksudkan dalam
ilmu hadits ini adalah bertujuan menjelaskan suatu hadits yang dalam matannya
terdapat lafadz yang pelik, dan yang sudah dipahami karena jarang dipakai,
sehingga ilmu ini akan membantu dalam memahami hadits tersebut.
f. Ilmu Nasikh wal
Mansukh
Adalah ilmu yang
menerangkan hadits-hadits yang sudah dimansukhkan dan menasikhkannya.
Apabila didapati sesuatu
hadits yang maqbul tak ada perlawanan, dinamailah hadits
tersebut muhkam. Dan jika dilawan oleh hadits yang sederajat, tapi
mungkin dikumpulkan dengan tidak sukar maka hadits itu dinamai muhtaliful
hadits. Jika tidak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian,
maka yang terkemudian itu dinamai nasikh dan yang terdahulu
dinamai mansukh.
g. Ilmu Talfiqil hadits
Yaitu ilmu yang membahas
tentang cara mengumpulkan antar hadits yang berlawanan lahirnya.
Dikumpulkan itu ada
kalanya dengan mentahsikhkan yang ‘amm, atau mentaqyidkan
yang mutlak, atau dengan memandang banyak kali terjadi.
h. Ilmu Tashif wat Tahrif
Yaitu ilmu yang
menerangkan tentang hadits-hadits yang sudah diubah titiknya (dinamai mushohaf),
dan bentuknya (dinamai muharraf).
i. Ilmu Asbabi Wurudil
Hadits
Yaitu ilmu yang
membicarakan tentang sebab-sebab Nabi menuturkan sabda beliau dan waktu beliau
menuturkan itu.
Menurut Prof Dr. Zuhri
ilmu Asbabi Wurudil Hadits dalah ilmu yang menyingkap
sebab-sebab timbulnya hadits. Terkadang, ada hadits yang apabila tidak
diketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ketika hendak
diamalkan.
Disamping itu, ilmu ini
mempunyai fungsi lain untuk memahami ajaran islam secara komprehensif. Asbabul
Wurud dapat juga membantu kita mengetahui mana yang datang terlebih dahulu di
antara dua hadits yang “Pertentangan”. Karenanya tidak mustahil kalau ada
beberapa ulama yang tertarik untuk menulis tema semacam ini. Misalnya, Abu Hafs
Al- Akbari (380-456H), Ibrahim Ibn Muhammad Ibn Kamaluddin, yang
lebih dikenal dengan Ibn hamzah Al-Husainy Al-Dimasyqy (1054-1120H)
dengan karyanya Al-Bayan Wa Al Ta’rif Fi Asbab Wurud Al- hadits
Al-Syarif.
j. Ilmu Mukhtalaf dan
Musykil Hadits
Yaitu ilmu yang
menggabungkan dan memadukan antara hadits yang zhahirnya bertentangan atau ilmu
yang menerangkan ta’wil hadits yang musykil meskipun tidak bertentangan dengan
hadits lain.
Oleh sebagaian ulama
dinamakan dengan “Mukhtalaf Al-Hadits” atau “Musykil Al-Hadits”,
atau semisal dengan itu. Ilmu ini tidak akan muncul kecuali dari orang yang
menguasai hadits dan fiqih
Diantara kitab hadist yang Masyhur yang wajib di pelajari
- Kitab Hadist Soheh Bukhori
- Kitab Hadist Soheh Muslim
- Kitab Hadist Sunan Abu Dawud
- Kitab Hadist Sunan Tirmidzi,
- Kitab Hadist Sunan Nasa'I,
- Kitab Hadist Sunan Ibnu Majah,
- Kitab Hadist Musnad Ahmad bin Hammbal
- Kitab Hadist Muwatha' Imam Malik,
- Kitab Hadist Sunan Ad Darimi.
- Soheh Ibn Hibban
- Soheh ibn Huzaimah
- Kitab Al Mu'jam At Thabrani
- Kitab Sunan Al Baihaqi
- Kitab Al Mustadrak 'ala al salihin Al Hakim
- Kitab Musnad Abu Ya'la
- Kitab Musnad Al Bazar
- Kitab Musnad Al Humaidi
- dan musnad lainnya
Point 1-9 dikenal dengan Kitab Hadits kutubut tis'ah / Kitab Hadits 9 Imam
Laailahailla Anta Subhanaka innikuntumminadzolimin
~ Tiada Tuhan melainkan Engkau (ya Allah)! Maha Suci Engkau,
Sesungguhnya aku adalah dari orang-orang yang menganiaya diri sendiri ~
Dari berbagai sumber
DAFTAR PUSTAKA
Ramli Abdul Wahid, 1996, Ulumul Quran, Jakarta:
Grafindo.
Hasbi Ash-Shiddieqy, 1997, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Al-Quran/Tafsir, Jakarta:Bulan Bintang.
Zuhdi, Masfuk, 1997, Pengantar Ulumul Qur’an.
Surabaya : Karya Abditama.
Anwar, Rosihan, 2006, Ulumul Qur’an. Bandung :
Pustaka Setia
Al-Siba’i.Musthafa.1993.Sunnah dan Peranannya
dalam
Sumber:http://maragustamsiregar.wordpress.com/2011/01/05/perkembangan-ilmu-ilmu-alquran-oleh-h-maragustam-siregar-prof-dr-m-a/
Al-Siba’i.Musthafa.1993.Sunnah dan Peranannya
dalam
Pengajian Akidah, ust
Nata Mulyana , Feb 2009